TERLANJUR DUDUK DI TEMPAT MAKAN, TERNYATA BELUM SERTIFIKASI HALAL? HAYOOO.. INI SOLUSINYA
Halo, Sobat Momasa! Pasti sering mendengar istilah “Kalau ragu antara halal dan haram, lebih baik hindari aja”, atau bahkan pernah mengalami langsung sudah muter-muter cari tempat makan ketika sadar di sana nggak kelihatan ada sertifikasi halal? Wuaduhhh, sebagai ibu muda yang aktif, tentu kita ingin memberikan yang terbaik untuk keluarga bukan, khususnya dalam hal konsumsi makanan. Nah, mari kita bahas lebih dalam soal kehalalan tempat makan.
Pertama, kita sering mendengar istilah sertifikasi halal MUI. Apa sih itu? Sertifikasi halal MUI adalah sebuah jaminan dari Majelis Ulama Indonesia bahwa produk tersebut telah memenuhi kriteria halal sesuai dengan syariat Islam. Tapi, apakah kalau tidak memiliki sertifikasi ini berarti haram? Tentu saja jawabannya TIDAK!
Memiliki sertifikasi halal memang memberikan keunggulan tersendiri bagi sebuah bisnis. Seperti yang kita ketahui, sertifikat ini semacam “garansi halal” bagi konsumen. Tapi bagaimana dengan bisnis yang belum mendapatkan sertifikasi ini?
Betul, inilah yang sering menjadi polemik. Faktanya, masih banyak restoran atau warung makan yang belum memiliki sertifikasi halal dari MUI, namun mereka dengan yakin menyatakan bahwa makanan yang mereka sajikan adalah halal. Sementara, ada juga yang dengan jelas mengakui penggunaan bahan yang tidak halal. Sebagai konsumen, kita kadang bingung, “Haruskah kita makan di sana?”
Solusi paling mudah? Edukasi diri kita sendiri. Pahami apa saja titik-titik kritis dalam sebuah makanan atau minuman yang bisa menentukan halal atau tidaknya produk tersebut. Misalnya, penggunaan bahan-bahan tertentu, cara pengolahan, hingga cara penyajian.
Ketika kita berada di sebuah restoran atau toko makanan yang belum memiliki sertifikasi halal dan kita merasa ragu, jangan malu untuk bertanya. Sebagai konsumen, kita mempunyai hak untuk mengetahui informasi tentang produk yang akan kita konsumsi. Apalagi jika hal tersebut berkaitan dengan keyakinan kita sebagai seorang Muslim.
Lalu, apa yang harus kita lakukan jika setelah bertanya kita masih merasa ragu? Ingat pepatah tadi? Lebih baik hindari. Toh, banyak pilihan makanan lain yang bisa kita konsumsi dengan yakin dan tenang.
Sobat Momasa, dalam memilih makanan, kita harus cerdas. Jangan terlalu ribet, namun juga jangan terlalu abai. Jika kita yakin, kita bisa mengucap “Bismillah” dan menikmatinya. Namun, jika ragu, lebih baik kita cari alternatif lain.
Sebagai penutup, mari kita selalu ingat bahwa kehalalan makanan bukan hanya tanggung jawab produsen atau pemilik bisnis, namun juga tanggung jawab kita sebagai konsumen. Dengan memahami titik-titik kritis dan selalu waspada, kita bisa menjaga diri dan keluarga kita dari hal-hal yang syubhat ya.